Sepak bola, olahraga yang satu ini banyak diminati oleh berbagai elemen masyarakat dan tidak memandang status sosial hingga isu rasial. Permainan olahraga yang melibatkan berbagai elemen masyarakat ini telah menjadi bagian hidup bagi para pecintanya diseluruh dunia. Bagi para pecintanya, sepak bola bukan hanya sebuah permainan belaka, melibatkan emosi dan fanatisme menjadi bagian utama bagi mereka. Banyak dari mereka yang rela menghabiskan waktu, tenaga dan materi untuk dapat berkontribusi dalam olahraga yang satu ini. Walaupun terkadang mereka harus menelan pahitnya kekalahan dan kekecewaan yang mereka dapatkan.

Cokie Riotz, satu dari sekian banyak sosok yang melibatkan dirinya pada dunia sepak bola menjadikan olahraga ini bagian daripada hidupnya. Cokie Riotz adalah salah satu penggiat dunia sepak bola dalam hal pembinaan usia muda atau mungkin bisa kita sebut dengan perajut mimpi dari anak-anak yang memiliki harapan besar pada dunia sepak bola. Tidak hanya itu, ternyata Coach Cokie juga adalah satu dari banyaknya penggiat skena musik street rock atau yang biasa kita kenal dengan sebutan Skinhead. Hubungan yang sangat erat dikala kita mendengar dunia sepak bola dan subculture Skinhead. Bagaimana tidak, dikota kelahirannya di Ingris, subculture Skinhead yang didominasi oleh kaum kelas pekerja dan anak muda yang ingin tampil beda dari generasi sebelumnya, mereka mencintai dunia sepak bola dan menjadikan olahraga ini hiburan di akhir pekan.

Pada ulasan kali ini kami akan sedikit memberikan cerita bagaimana Coach Cokie merepresentasikan dunia sepak bola yang ada di Indonesia, dan tidak hanya itu, sebagai penggiat subculture Skinhead juga Coach Cokie mempunyai cara dan sudut pandang tersendiri dalam menilai dan mengaplikasikan apa yang ia yakini kedalam dunia sepak bola. Awal ketertarikan pada dunia sepak bola dan subculture Skinhead menjadi ulasan yang menarik bagi kita semua.

Mengawali kecintannya pada dunia sepak bola berawal dari ajakan ayahnya yang pada saat itu menjadi manajer tim sepak bola dari salah satu Institut ternama di Indonesia. Coach Cokie ikut bersama ayah nya pada tiap-tiap pertandingan antar kampus baik didalam kota maupun luar kota dan pada saat itu juga Coach Cokie mulai mencintai sepak bola dan tergabung dengan salah satu akademi sepak bola yang berada dibawah naungan Institut dimana ayahnya menjadi manajer dari tim tersebut dan mengikuti divisi intern tim sepak bola lokal yang ada dikotanya.

Berawal dari pertengahan tahun 90an, Coach Cokie mulai aktif dalam menghadiri event musik yang diselenggarakan di GOR Saparua Bandung dan pada tahun 98 ia bersama dengan temannya mulai aktif didalam skena musik. Setelah mulai aktif didalam skena ini Coach Cokie semakin jatuh cinta dengan mengawali cinta pertama nya pada Band asal Inggris yaitu The Business dan pada akhirnya Coach Cokie memiliki band lainnya yang ternyata ia sukai yaitu The Oppressed. Coach Cokie lebih tertarik pada subculture Skinhead karena menurutnya subculture ini lebih cocok bagi kehidupannya di Indonesia. Solidarity, Equality dan Liberty menjadi pemahaman yang membuat Coach Cokie semakin merasa cocok dengan subculture ini. Mengawali dengan membentuk sebuah band bernama “Hooligans” pada masa SMA.

Seiring berjalannya waktu, Coach Cokie terus menggeluti skena musik Skinhead ini dengan bergaual bersama para penggiat subculture Skinhead lainnya dikota Bandung. Kembali terlibat dalam sebuah band Oi! yang bernama Scandal Of Riot ditahun 1999 dan menjalankan aktifitas selayaknya anak band pada saat itu. Akhirnya Scandal Of Riot harus berhibernasi, hal ini dikarenakan kesibukan masing-masing dari setiap personilnya. Pada tahun 2015 Coach Cokie kembali aktif bersama Scandal Of Riot, tetapi lagi dan lagi kesibukan menjadi sesuatu yang menghambat. Tetapi dimasa pandemi ini Coach Cokie bersama beberapa temannya di era 90an kembali membentuk sebuah band bernama Tulang Besi yang masih sama memainkan musik Oi!

Kembali ke perjalanan hidupnya, beranjak dewasa, sebagai sosok yang dikenal dengan menggeluti dunia sepak bola dan subculture Skinhead pada saat itu ternyata Coach Cokie memiliki latar belakang pendidikan perhotelan ketika saat ia mengenyang pendidikan dibangku kuliah. Ditahun 2008 setelah menyelesaikan pendidikannya, Coach Cokie hijrah ke negara tetangga yaitu Singapura dengan bermaksud untuk bekerja dibidang yang berhubungan dengan studi nya dimasa kuliah setelah menerimana ajakan dari temannya asal Singapura yang sebelumnya berteman dekat dengan Coach Cokie. Tetapi ada hal yang cukup membuat Coach Cokie kaget ketika temannya menghampirinya ke penginapan dimana Coach Cokie beristirahat dan membawa surat kabar yang berisi bahwa pemerintahan Singapura sedang mengurangi tenaga kerja asing pada saat itu dan Coach Cokie pulang ke Indonesia dan stay dirumah saudara nya di Jakarta. Dan kebetulan, tante dari Coach Cokie ini berasal dari negara Wales. Pada saat itu Coach Cokie merasa bingung dalam mengambil langkah kedepannya. Tetapi setelah salah satu saudara nya memberikan saran padanya untuk menggeluti dunia sepak bola dimana sebelumnya beliau mengetahui bahwa Coach Cokie adalah seorang Skinhead dan memiliki kegilaan pada dunia sepak bola sedari kecil dan menyuruhnya menghampiri temannya yang menjadi pelatih pada saat itu walaupun sebelumnya Coach Cokie merasa minder karena ia sama sekali tidak memiliki basic dalam dunia kepelatihan sepak bola, tetapi saudara nya meyakinkan Coach Cokie untuk terjun kedalam dunia kepelatihan.

Setelah menerima tawaran dari saudara nya, Coach Cokie langsung menghampiri teman dari saudara nya yang pada saat itu ia melatih di Jakarta International School (JIS) dan British International School (BIS). Coach Cokie bertemu langsung dengan pelatih asal Inggris dari yayasan tersebut dan mendapatkan tawaran untuk langsung melatih kelompok umur di yayasan tersebut, perasaan kaget dan merasa tertantang melebur menjadi satu. Tetapi Coach Cokie coba meyakinkan diri dengan menerima tantangan tersebut. Coach Cokie mencoba menerapkan pengalamannya setelah sebelumnya ia pernah mengikuti sekolah sepak bola pada masa kecilnya. Coach Cokie berhasil menerapkan pengalamannya pada anak-anak di Jakarta International School pada saat itu dan mendapatkan pujian dari pelatih asal Inggris karena ia merasa Coach Cokie dapat menarik perhatian anak-anak di JIS dan memerintahkan Coach Cokie untuk datang ke British International School. Setelah selesai melatih dihari pertama, Coach Cokie berbincang dengan pelatih asal Inggris tersebut, Coach Cokie mendapatkan tantangan baru ketika dimana ia diberikan tantangan baru untuk mengaplikasikan tak-tik pada saat latihan dibawa ke pertandingan dan membuat latihan tersebut menjadi miniatur pertandingan. Setelah dipercaya melatih di Jakarta International School dan British International School, Coach Cokie mendapatkan banyak pengetahuan baru didalam dunia kepelatihan sepak bola dan ia berhasil menarik perhatian para staff disana dan mendapatkan tambahan jam melatih hingga akhirnya ia menjadi master coach di yayasan tersebut setelah melewati berbagai trial.

Setelah melatih sampai tahun 2015, Coach Cokie bertemu dengan Coach Yusuf Prasetyo yang lebih diakrab dipanggil Coach Yoyo. Coach Yoyo menyayangkan ketika ia mengetahui Coach Cokie melatih anak-anak dari luar negeri dan memberikan saran untuk melatih anak Indonesia dan memang, anak Indonesia membutuhkan pelatih yang berpengalam dibidang sepak bola. Dan pada saat itu juga Coach Cokie mengambil lisensi dengan dibantu juga oleh Coach Yoyo, dan Coach Cokie merasa tertantang akan hal itu dan akhirnya Coach Cokie pulang ke kota asalnya yaitu Bandung karena untuk mendapatkan lisensi kepelatihan di Indonesia ia harus melatih sekolah sepak bola lokal. Setibanya di Bandung ia merasa bingung karena tidak ada dikalangan teman-temannya yang berada di ruang lingkup kepelatihan sepak bola. Tetapi akhirnya Coach Cokie mendapatkan info dari salah satu temannya yang terlibat dalam dunia kepelatihan sepak bola dan dapat membantu Coach Cokie untuk melatih Sekolah Sepak Bola lokal untuk keperluan upgrade lisensi kepelatihannya. Akhirnya ia memilih Sasco, salah satu Sekolah Sepak Bola yang ada di Bandung. Gayung bersambut, Coach Cokie mendapatkan tawaran dari temannya yang mengajak ia untuk ikut merintis sebagai pelatih di Akademi Persib dengan berbekal pengalaman sebelumnya yang telah cukup lama melatih di Jakarta International School dan British International School.

Industri sepak bola di Indonesia khususnya dalam pembinaan usia dini ini menurut Coach Cokie sendiri masih jauh tertinggal, terbukti dengan banyaknya tuntutan dari orang tua yang hanya menginginkan anaknya meraih gelar juara. Padahal prestasi bukanlah sesuatu yang harus diterapkan bagi anak usia dini, repect, responsibility dan pelatihan mental adalah hal utama yang harus ditanamkan bagi anak usia dini. Tidak hanya itu, finansial yang tidak mendukung para pelatih juga bukan kasus baru yang ditemukan dalam dunia pembinaan anak usia dini, hal ini berdampak pada pendeknya pemikiran pelatih untuk menuntut anak asuhnya menjadi juara karena mereka akan mendapatkan bonus dari para orangtua yang merasa senang ketika anaknya meraih gelar juara bersama timnya, dal hal ini adalah salah satu bentuk eksploitasi anak menurut Coach Cokie.

Dalam dunia pembinaan sepak bola, Coach Cokie juga sesekali memberikan semangat pada anak asuhnya dengan memutar musik yang juga memiliki nafas dari semangat sepak bola, Coach Cokie meyakini hal ini dapat memberi motivasi lebih pada anak-anak asuhnya. Dengan segala pengalammnya Coach Cokie berhasil mengukir prestasi didalam dunia pembinaan sepak bola, terbukti dengan berhasilnya ia membawa klub anak-anak ini menjuarai kejuaraan “Dreams Come True” yang diselenggarakan di China setelah menjuarai regional dan nasional klub di Indonesia. Tidak hanya itu, Coach Cokie juga kembali berhasil meraih gelar double winner dengan anak asuh nya di turnamen Progresif Cup. Hal yang menarik adalah ketika Coach Cokie mengungkapkan hal ini bukanlah sesuatu yang patut dibanggakan, karena Coach Cokie sendiri hanya mengharapkan anak asuhnya merasa senang dalam bermain sepak bola, tetapi Coach Cokie sendiri juga memiliki keyakinan dalam pembinaan usia dini ini ia tidak mengharapkan anak asuhnya hanya menjadi pemain sepak bola, tetapi membentuk anak untuk menjadi individu yang berkualitas, great attitude coach!

Membahas sedikit tentang prestasi sepak bola di Indonesia, Coach Cokie menuturkan bahwa ia pernah mengalami kasus yang menurutnya cukup unik ketika ia dituntut harus mempersiapkan tim untuk mengikuti kejuaraan Piala Menpora dan dengan waktu yang bersamaan anak-anak ini sedang melakasanakan ujian di sekolah mereka. Coach Cokie juga mengkritisi perihal set goals dan fasilitas sepak bola di Indonesia ketika setelah ia mengunjungi negara China yang dimana disana terdapat banyak lapangan dengan standar yang cukup baik dan pemerintah China juga memiliki program 500 sekolah sepak bola di negara nya, hal ini dikarenakan China ingin menembus piala dunia diwaktu yang akan datang. Tidak hanya China, Jepang juga sudah mencanangkan bahwa 50 tahun kedepan mereka akan menjuarai piala dunia, apakah ini hal yang masuk akal? Menurut Coach Cokie ini adalah hal yang sangat masuk akal, karena menyatukan tujuan, visi dan misi juga pembentukan dalam dunia sepak bola bukanlah hal yang mudah dan instan. Lalu apa mimpi sepak bola Indonesia kedepannya? Apa hanya akan tetap seperti ini selamanya? Apa langkah pemerintah Indonesia kedepannya bagi sepak bola dinegeri ini? Dan apakah kita selaku pecinta sepak bola hanya akan berdiam diri melihat sepak bola Indonesia? Apa ini semua hanya mimpi? Temukan jawabannya dalam diri kalian sendiri, see you lads!

Penulis: Rifqi Maulana